(im)PERFECT
- heartohearid
- Aug 23, 2019
- 3 min read
Hallo! Gimana kabar hari ini? Berharap semuanya baik dan berjalan lancar yaa! Nggak kerasa sudah memasuki bulan ke-8 di tahun 2019. Rasanya waktu berputar sangat cepat, iyaaa sangat cepat. Rasanya baru saja merayakan natal dan pergantian tahun, ehhh untuk beberapa minggu ke depan tiba-tiba udah di-invite aja ke group panitia natal. Kadang terbesit, apakah diri ini terlalu menikmati hari demi hari?
Well, bulan Agustus, Heart to Hear mengangkat tema “Freedom”. Dulu saat duduk di bangku sekolah menengah pertama, aku ingat bagaimana pertama kali belajar bermain basket. Kami belajar di sebuah dapur, yaa cukup unik memang rumah mereka, tapi di sanalah banyak memori yang terekam. Salah satu yang selalu aku perhatikan setiap sore kami berlatih adalah kebersamaan yang terjalin di keluarga ini. Kedekatan antara papa, mama dengan keempat anak benar-benar membuat pasang mata yang melihat dan bergumam “apakah ini potret keluarga yang sempurna?”

Kondisi keluargaku saat itu berbanding terbalik dengan mereka. Hingga saat itu aku benar-benar marah, sangat marah. “Kenapa aku berada di keluarga ini? Kan aku nggak milih mau di sini?” “Aku salah apa sih kok di ada di keluarga ini? Kok nggak bisa kayak keluarga lainnya?”. Yap! Aku banyak menyalahkan keadaan, bahkan benci terhadap ayah sendiri. Karena aku merasa semua keadaan ini karena ulah dan ke-egoisan yang dia lakukan.
Benci? Kecewa? Jelas pernah lah! Hingga di tahap nggak suka dengan keberadaanku sebagai etnis yang sama dengan ayah. Tapi semuanya berubah ketika Tuhan menegurku lewat sebuah acara gereja. Aku diajarkan untuk mengampuni. “Mau sampe kapan benci terus sama ayah? Mau aku lari sampe ke ujung dunia, dia tetap ayahmu! Inget lho non, nggak ada dia nggak ada kamu di dunia ini”. Sontak hati ini pecah rasanya, perasaan sudah tak terbendung lagi derai air mata di mana-mana. Disitu aku benar-benar minta ampun sama Tuhan. “Maafkan aku Tuhan, selama ini aku mengambil langkah yang salah, terima kasih sudah ditegur dan diingatkan lagi”.
Setelah itu aku mulai mendoakan ayahku setiap hari. Meskipun kita belum pernah ketemu (lagi) namun aku yakin suatu saat keluarga kecilku akan kembali seperti dulu. Aku sangat bersyukur Tuhan masih mau mengingatkan aku dari berbagai hal. Aku juga sangat berterima kasih karena Tuhan memberikan aku, Ibu yang sangat luar biasa. Ibu adalah orang yang juga selalu tidak pernah absen mendoakan ayah. Karena beliau memiliki impian ketika ayah kembali, dia kembali menjadi pribadi yang baru, pribadi yang lebih mengandalkan Tuhan.
“Kamu nggak bisa seperti ini kalo nggak ada dia”. Aku selalu yakin hal ini bukan sebuah kebetulan terjadi dalam hidupku. Dari kejadian ini, Tuhan mau membentuk diriku jadi lebih baik dan pastinya seturut dengan kehendakNya. Pastinya proses ini tidak instan, butuh beberapa tahun. Terima kasih untuk keluarga dan sahabat yang selalu menjadi penolong bagi diriku. Diingatkan melalui persekutuan doa, renungan harian, cell group, aku merasa sangat bersyukur.
Meskipun ayah belum kembali bersama kami, tapi saya sangat berterima kasih untuk keluarga yang Tuhan berikan saat ini. Keluarga saya disempurnakan oleh Tuhan melalui mereka. Bahkan Tuhan memberikan pertolongan melalui mereka sehingga aku masih bisa sekolah bahkan melanjutkan kuliah. Daripada sibuk untuk membenci, mending ukir prestasi untuk orang-orang yang selama ini membantu kami. Belum ada kata yang dapat menggantikan terima kasih, untuk hal yang Tuhan kerjakan dalam hidupku.
Pernah mengalami hal yang serupa? Coba deh diinget-inget lagi, seberapa banyak berkat Tuhan yang melimpah atas kamu? Udah seberapa banyak Tuhan mengampunimu meskipun masih mengulangi kesalahan yang sama? Biarlah kasih penyertaan Tuhan membebaskan kamu dari jeratan beban yang selama ini belum kamu lepaskan. Dalam ketidaksempurnaan, kuasa dan penyertaan Tuhan menyempurnakan hidupku.
Ingat, kamu tidak sendiri dalam menjalani hidup ini. Selamat berjuang, kawan!
- Cinta -
Comments